oleh: Riwan kusmiadi
Awan beriring hitam dan Angin berukir badai
keduanyapun berhenti.
Istirahat sejenak
dan setelah itu hancurkan dengan gemulai lentik jemari tangannya.
Sang dewi pun berlenggok mengahampiri .
Berjalan di sekujur peluh yang terperas oleh kejadian waktu itu.
Entah ia atau badai yang menemani
Itu pun tiada beda.
Siang ini rembulan menari
Namun bintang tetap bersembunyi
Mungkin karena sang dewi datang dengan setengah apel hijau yang telah terpotong.
setelah itu pergi dengan seonggok daging yang tertinggal dan kemudian membusuk serta basi.
Mungkin tercipta hanya untuk datang dan kemudian pergi kembali.
Mungkin terkulai hanya untuk rasa yang sangat iba
Mungkin jua tertawa hanya untuk kemudian duka yang mendalam.
Namun dengan pasti sang dewi pergi bukanlah untuk kembali.
Dan ia berkata seraya mengadu pada gemuruh diantara gerbong itu
Yang telah menjadi saksi keremukan karang yang Ia pertahankan untuk nya.
Menjadi saksi kebisuannya dengan gemuruh kata yang tak terbendung.
Menjadi saksi tersimpannya kepalan tangan kirinya dengan ujung kelingking yang penuh dendam.
Bersabarlah teman
Mungkin jua iapun kan merasa derita yang sama
Sampai ketika ia tersadar dengan tidurnya yang berselimut mimpi
Bersabarlah ...hingga bidadari surgamu datang dan menggantikannya untuk mu.
Selasa, 15 Juni 2010
Romatisme memang tak harus ping
By. Riwan Kusmiadi
Ada yang menggemuruh, menderu, tercabik ,dan terombang abing bak biduk ditengah hindia.
Terlepas dan hanya asinnya laut serta pecahan kapal.
Tergeming pun tidak ,hanya belantara harapan yang menghijau dan kian lama menjadi gersang bagai unta kehausan ditengah sahara.
Namun...biarkankanlah asa itu tetap menggila walau jauh dari nyata, biarkan saja harapan itu ada, karna ...itu memang harus ada.
Wahai Sang Keindahan,…sastramu mengugurkan sejuta peluh penat,membasuhi kalbu dengan harumnya kasturi, indahnya pelangi dan bebungaan tujuh taman nan menawan.
Asmamu merindingkan kuduk, meluluhkan mata , lembabkan pipi yang merona legakan jiwa. Ya.... yang kucinta, peluk aku, jangan kau lepas, jangan biarkan ku tersesat , jangan biarkan ku menjauhi mu.
Jagalah hatiku yang liar kadang tak terkendali ini.... ya... yang ku cinta
Kala itu,..
lembayung tetap tulus,masih ikhlas seperti dulu .
Seperti bunga jambu yang ku genggam lewat hari itu .
Sedikit terkoyak kelopak halus dan sempat ku campakan.
Seakan untuk menutup setiap bicara sang durja yang dusta .
Seperti tersentuh tajuk bayu...lalu terdiam.
kulihat indahnya syair yang tesusun, lantas langit masih tetap tulus membiarkan diriku tercubit dan bicara....
Ketika harum madu bunga menusuk hidung dan berkuduk.
Seperti angin yang tak mau tau wujud sentuhan dan porandakan hati.
Hari yang berlalu pun merubah rindu pada sosok yang tak utuh.
Rapi tertata dari puing asmara yang runtuh, dan lihat..
ia berdiri di atas angan dan terjelma atas kuasanya.
walau terseok ia tetap bertahan, walau tertatih ia tetap setia, walau duka ia tetap tersenyum bersahaja, ah..bersabarlah teman..
Dan langit?,….pesta warnamu talah usai,..sedari pagi gelombang warna kau mainkan dari hitam ke putih, biru ke jingga dan perlahan keabuan.
bukankah malam baru dimulai mengapa pestamu telah usai?.
Namun ternyata romantis tak harus ping,..sorban hitam itu pun membuat hatiku luluh lantah.
kaki bergetar seolah tak sanggup ku berdiri diatas singgasanaku.
Dan sesaat itu pula ...kuramu hati manisku untuk mu.
Ada yang menggemuruh, menderu, tercabik ,dan terombang abing bak biduk ditengah hindia.
Terlepas dan hanya asinnya laut serta pecahan kapal.
Tergeming pun tidak ,hanya belantara harapan yang menghijau dan kian lama menjadi gersang bagai unta kehausan ditengah sahara.
Namun...biarkankanlah asa itu tetap menggila walau jauh dari nyata, biarkan saja harapan itu ada, karna ...itu memang harus ada.
Wahai Sang Keindahan,…sastramu mengugurkan sejuta peluh penat,membasuhi kalbu dengan harumnya kasturi, indahnya pelangi dan bebungaan tujuh taman nan menawan.
Asmamu merindingkan kuduk, meluluhkan mata , lembabkan pipi yang merona legakan jiwa. Ya.... yang kucinta, peluk aku, jangan kau lepas, jangan biarkan ku tersesat , jangan biarkan ku menjauhi mu.
Jagalah hatiku yang liar kadang tak terkendali ini.... ya... yang ku cinta
Kala itu,..
lembayung tetap tulus,masih ikhlas seperti dulu .
Seperti bunga jambu yang ku genggam lewat hari itu .
Sedikit terkoyak kelopak halus dan sempat ku campakan.
Seakan untuk menutup setiap bicara sang durja yang dusta .
Seperti tersentuh tajuk bayu...lalu terdiam.
kulihat indahnya syair yang tesusun, lantas langit masih tetap tulus membiarkan diriku tercubit dan bicara....
Ketika harum madu bunga menusuk hidung dan berkuduk.
Seperti angin yang tak mau tau wujud sentuhan dan porandakan hati.
Hari yang berlalu pun merubah rindu pada sosok yang tak utuh.
Rapi tertata dari puing asmara yang runtuh, dan lihat..
ia berdiri di atas angan dan terjelma atas kuasanya.
walau terseok ia tetap bertahan, walau tertatih ia tetap setia, walau duka ia tetap tersenyum bersahaja, ah..bersabarlah teman..
Dan langit?,….pesta warnamu talah usai,..sedari pagi gelombang warna kau mainkan dari hitam ke putih, biru ke jingga dan perlahan keabuan.
bukankah malam baru dimulai mengapa pestamu telah usai?.
Namun ternyata romantis tak harus ping,..sorban hitam itu pun membuat hatiku luluh lantah.
kaki bergetar seolah tak sanggup ku berdiri diatas singgasanaku.
Dan sesaat itu pula ...kuramu hati manisku untuk mu.
Langganan:
Postingan (Atom)